Tablet II

Pada waktu Tiamat telah menambahkan nilai pada pekerjaan tangannya, Dia bersiap-siap untuk peperangan melawan dewa-dewa, keturunannya. Untuk membalaskan dendam Apsu, Tiamat ditempa kejahatan. Yang dia siapkan untuk peperangan tersebut adalah untuk membuka rahasia Ea. Begitu Ea mendengar masalah ini, Dia masuk ke dalam kegelapan yang sunyi dan duduk diam. Lalu, setelah berpikir panjang, kemarahannya surut, Dia pergi ke Anshar, kakeknya. Sewaktu dia di hadapan kakeknya, Anshar, Dia mengulangi semua yang telah Tiamat rencanakan untuknya:

“Ayahku, Tiamat, dia yang melahirkan kami, membenci kami. Dia telah menyiapkan Majelis dan dipenuhi kemarahan yang amat sangat. Semua dewa-dewa telah berpihak kepadanya; Bahkan mereka yang engkau lahirkan berbaris di sampingnya. Mereka berkumpul dan berbaris di samping Tiamat, Dengan sangat marah, mereka membuat rencana tanpa henti siang dan malam hari. Mereka siap untuk berperang, menggeram, dan mencaci maki. Mereka telah membentuk suatu majelis untuk bersiap-siap untuk pertempuran tersebut. Ibu Hubur, dia yang membuat segala sesuatu, Telah menambahkan senjata-senjata yang tiada tandingannya, telah melahirkan ular berbisa yang ganas, (20) Gigi yang tajam, taring tanpa belas kasihan. Dia telah memenuhi tubuh mereka dengan darah beracun. Dia telah membuat naga-naga yang meraung-raung ditakuti dengan amat sangat, Telah memahkotai mereka dengan lingkaran suci, membuat mereka seperti dewa, Sehingga orang yang memandang mereka akan musnah dengan keadaan yang menyedihkan, Dan, dengan tubuh mereka yang mendompak, tidak ada seorangpun yang dapat berpaling dari mereka. Dia menyiapkan Ular Beludak, Naga, dan Sphinx, Singa-Hebat, Anjing-Gila, dan ManusiaKalajengking, Siluman-Singa yang sangat kuat, NagaTerbang, Manusia-Berkepala Kuda – Membawa senjatasenjata yang tidak tidak menaruh belas kasihan, tidak mengenal takut di peperangan. (30) Keputusannya tegas, mereka melawan dengan tidak masuk akal. Dia membuat sebelas macam mahkluk ini sebagai tambahan. Dari antara dewa- dewa, anak-anak pertamanya, yang membentuk Majelisnya, Dia mengangkat Kingu, membuatnya sebagai pemimpin mereka. Pemimpin orang-orang yang berkedudukan tinggi, memerintah Majelis itu, Mengangkat senjata untuk berperang, maju untuk berperang, Pemimpin dalam peperangan — Hal-hal inilah yang dia percayakan kepadanya sebagaimana dia mendudukkannya dalam Majelis:

„Aku telah memberikan mantera kepadamu, memuliakan engkau di Majelis dewa-dewa. Aku telah memberi engkau kekuasaan penuh untuk menasihati dewa-dewa. (40) Sesungguhnya, engkaulah yang tertinggi, engkau adalah satu-satunya suamiku! Perkataanmu akan menjadi yang terkuat di seluruh Anunnaki!‟

Dia memberinya Pil Nasib, mengencangkannya di dadanya: „Sedangkan untukmu, perintahmu tidak akan dapat dirubah, kata-katamu akan bertahan lama!‟

Begitu Kingu telah diangkat, memiliki kedudukan tinggi di Anu, mereka memutuskan nasib untuk dewa-dewa, anak-anak lelakinya:

“Kata-katamu merendahkan akan memadamkan api, Akan “Senjata-Kekuasaan‟, begitu kuat hembusannya!‟

Ketika Anshar mendengar bahwa Tiamat sangat terganggu, Dia memukul badannya dan menggigit bibirnya. (50) Hatinya menjadi murung, suasana hatinya tidak tenang. Dia menutup mulutnya untuk menghentikan teriakannya:

“…peperangan. Angkatlah senjata yang telah engkau buat! Lihat, engkau membunuh Mummu dan Apsu. Sekarang, bunuh Kingu, yang berbaris di hadapannya… bijaksana.”

Nudimmud, penasihat para dewa, menjawab.

(Percakapan Ea-Nudimmud hilang karena rusaknya keping ini. Sepertinya, Ea tidak menyesal, karena Anshar berbalik kepada Anu:)

Dia menujukan sebuah kata kepada Anu, putranya: “…ini, pahlawan-pahlawan yang paling kuat, Yang kekuatannya sangat terkenal, serangannya tidak dapat dilawan. Pergilah engkau dan hadapilah Tiamat, Sehingga suasana hatinya ditenangkan, sehingga hatinya menjadi lapang. Jika dia tidak mau mendengarkan katakatamu, Maka katakanlah kepadanya kata-kata kita, sehingga dia bisa menjadi tenang.”

Ketika dia mendengar perintah ayahnya, Anshar, Dia langsung pergi menemuinya, menyusuri jalan yang menuju kepadanya. (80) Tetapi pada saat Anu sudah cukup dekat untuk melihat rencana Tiamat, dia tidak dapat melihat wajahnya dan dia kembali. Dia kembali kepada ayahnya, Anshar, dengan keadaan yang menyedihkan. Dia berkata kepadanya seolah-olah dia adalah Tiamat: “Tanganku tidak cukup bagiku untuk mengalahkanmu.”

Anshar tidak dapat berkata-kata sambil menatap tanah, Rambut di tepi, menggelengkan kepalanya kepada Ea. Semua Anunnaki berkumpul di tempat itu; Bibir mereka tertutup rapat, mereka duduk dalam keheningan.

“Tidak ada dewa,” mereka berpikir “yang dapat pergi berperang dan, (90) Menghadapi Tiamat, meloloskan diri.”

Raja Anshar, ayah para dewa, bangkit berdiri dengan agung, Dan setelah mempertimbangkan dengan seksama dalam hatinya, dia berkata kepada Anunnaki: “Dia yang mempunyai kekuatan untuk berkuasa akan menjadi pembalas dendam kita, Dia yang hebat dalam peperangan, Marduk, sang pahlawan!”

Ea memanggil Marduk ke tempat pengasingannya. Memberikan pendapat, dia mengatakan kepadanya apa yang ada dalam hatinya: “O Marduk, pertimbangkanlah nasihatku. Dengarkanlah ayahmu, karena engkau adalah putraku yang menyenangkan hatinya. Pada waktu menghadap Anshar,
tampillah seolah-olah dalam peperangan; (100) Berdirilah selagi engkau berbicara; melihat engkau, dia akan menjadi tenang.”

Raja itu bersuka cita karena kata-kata dari ayahnya; Dia mendekat dan berdiri menghadap Anshar. Ketika Anshar melihatnya, hatinya diliputi kegembiraan. Dia mencium bibirnya, kemurungannya sendiri menghilang.

“Anshar, janganlah menjadi bisu; bukalah lebar-lebar bibirmu. Aku akan pergi dan mencapai keinginan hatimu! Orang apa yang telah mempersulit engkau? Tidak lain adalah Tiamat, seorang wanita, yang menyerang engkau dengan senjata-senjata! O penciptaayahku, bergembira dan bersukacitalah; Engkau akan segera berjalan di atas leher Tiamat! O pencipta- ayahku, bergembira dan bersukacitalah; Engkau akan segera berjalan di atas leher Tiamat!”

“Anakku, engkau mengetahui semua pengetahuan, Tenangkanlah Tiamat dengan mantera sucimu. Pada waktu badai kereta kuda maju dengan kecepatan tinggi. Mereka tidak akan mengusirmu dari hadapannya! Kalahkanlah mereka!”

Raja itu bersuka cita karena kata-kata ayahnya. Hatinya sangat bergembira, dia berkata kepada ayahnya:

“Pencipta dewa-dewa, nasib dari semua dewa-dewa yang hebat, Jika aku benar-benar, adalah pembalas
dendammu, Harus menaklukkan Tiamat dan menyelamatkan nyawa kalian, Siapkanlah Majelis, nyatakanlah takdirku sebagai yang tertinggi! Ketika bersama-sama di Ubshukinna engkau duduk bersuka cita, Biarkanlah kata-kataku, daripada engkau, menentukan nasib. Apa yang mungkin aku katakan tidak akan dapat diubah; Perintah dari bibirku tidak akan bisa ditarik kembali ataupun diubah.”

Kembali ke: Enuma Elish

One thought on “Tablet II

Leave a comment