Tablet IV

Mereka membangun sebuah singgasana yang sangat indah untuknya. Menghadap kepada ayah- ayahnya, dia duduk, memimpin.

“Engkau adalah yang paling terhormat di antara dewadewa yang besar, Perintahmu tiada bandingannya, perintahmu adalah Anu. Engkau, Marduk, adalah yang paling terhormat di antara dewa-dewa yang besar, Perintahmu tiada bandingannya, kata-katamu adalah Anu. Mulai dari hari ini keputusanmu tidak akan dapat diubah. Untuk menaikkan atau menurunkan – hal-hal ini akan ada di tanganmu. Pernyataanmu akan menjadi nyata, perintahmu tidak akan diragukan. Tidak ada seorangpun di antara dewa-dewa akan melanggar laranganmu! Hiasan yang dicari untuk tempat-tempat duduk para dewa, Biarkanlah tempat bagi kesucian mereka selalu berada di tempatmu. O Marduk, engkau benar-benar adalah pembalas dendam kami. Kami telah menganugerahi engkau kepemimpinan atas seluruh jagat raya. Pada waktu engkau duduk di dalam Majelis katakatamu akan menjadi yang tertinggi. Senjata-senjatamu tidak akan gagal; mereka akan menghancurkan musuh musuhmu! O tuan, ampunilah nyawanya yang mempercayai engkau, Tetapi enyahkanlah nyawa dewa yang dikuasai kejahatan.”

Patung-patung Dewa ditempatkan di antara mereka, mereka memusatkan perhatian mereka kepada Marduk, anak pertama mereka: (20)

“Tuan, benar-benar perintahmu adalah yang pertama di antara dewa-dewa. Katakanlah untuk merusak atau mencipta; akan terjadilah. Bukalah mulutmu: Patung patung Dewa akan musnah! Berbicaralah lagi, dan Patung-patung Dewa akan menjadi utuh!”

Pada kata-kata dari mulutnya Patung-patung Dewa itu musnah. Dia berkata-kata lagi, dan Patung-patung Dewa itu dipulihkan kembali. Ketika dewa-dewa, ayahayahnya, melihat hasil dari kata-katanya, Dengan bersuka cita mereka melakukan penghormatan: “Marduk adalah raja!” Mereka menganugerahinya tongkat lambang kekuasaan, singgasana, dan pakaian kebesaran, Mereka memberinya senjata-senjata yang tidak ada tandingannya yang menangkis musuh- musuh: (30) “Pergi dan potonglah nyawa Tiamat. Semoga angin membawa darahnya ke tempat – tempat yang tidak terlihat.” Dengan demikian nasib Bel telah ditetapkan, para dewa, ayah- ayahnya, Menyebabkannya menuju jalan kesuksesan dan pencapaian. Dia membuat sebuah busur, memilihnya sebagai senjatanya, Menempel di sana adalah anak-anak panah, memantapkan tali busurnya. Dia menaikkan tongkat kebesarannya, tangan kanannya menggenggamnya; Busur dan tabung panah dia gantung di pinggangnya. Dia menyiapkan penerangan di depannya, Dia memenuhi tubuhnya dengan api yang berkobar-kobar. (40) Lalu dia membuat sebuah jaring untuk menyelubungi Tiamat di dalamnya. Keempat macam angin dia tempatkan sehingga dia tidak mungkin bisa meloloskan diri, Angin Selatan, Angin Utara, Angin Timur, Angin Barat. Di dekat pinggangnya dia memegang jaring itu, hadiah dari ayahnya, Anu. Dia membuat Imhullu “Angin yang Jahat”, Angin Topan, Angin Ribut, Angin Rangkap Empat, Angin Rangkap Tujuh, Angin Puyuh, Angin yang Tiada Tandingannya; Kemudian dia mengirimkan angin-angin yang telah dia buat itu, ketujuh-tujuhnya. Mereka mendukungnya untuk menghancurkan Tiamat. Setelah itu raja tersebut membangkitkan badai-banjir, senjata kuatnya. Dia mempersiapkan pasukan-badai yang tak dapat tertahan dan menakutkan. (50) Dia memasang pelana dan menyatukannya menjadi sebuah tim, yang terdiri dari Sang Pembunuh, Si Tanpa Belas Kasihan, Si Penginjak, Si Cekatan. Bibir mereka dipisahkan, gigi mereka mengandung racun. Mereka tidak pernah lelah dan terlatih dalam pengrusakan. Di sebelah kanan dia menempatkan Sang Penghancur, yang ditakuti di medan perang, Di sebelah kirinya Sang Pelawan, yang memukul mundur semua yang giat. Sebagai baju luarnya dia memakai sebuah baju besi yang menakutkan; Kepalanya bersorbankan lingkaran sucinya yang menakutkan. Raja itu menyerang dan mencapai tujuannya, Dia menunjukkan mukanya kepada Tiamat yang marah. (60) Dia menggumamkan sebuah mantera di bibirnya; Sebuah tanaman yang mengeluarkan racun tergenggam di dalam tangannya. Kemudian mereka berdesak-desakan di sekelilingnya, dewa-dewa berdesak-desakan
sekelilingnya, Dewa-dewa, ayah- ayahnya, berdesakdesakan di sekelilingnya, para dewa berdesak-desakan di sekelilingnya. Raja itu mendekat untuk mengamati Tiamat, Dan Kingu, suaminya, untuk mengetahui rencana jahat mereka. Begitu dia melihat, tujuannya menjadi kacau, Tekadnya terganggu dan tindakannya disulitkan. Dan sewaktu para dewa, pembantu pembantunya, yang berbaris di sampingnya, Melihat pahlawan yang berani, penglihatan mereka menjadi kabur. (70) Tiamat mengeluarkan suatu teriakan, tanpa memalingkan lehernya, Membuat sikap menantang yang kejam di bibirnya:

“Engkau terlalu penting bagi raja dewa-dewa untuk bangkit melawan engkau! Apakah mereka berkumpul di tempat mereka, atau di tempatmu?”

Kemudian raja itu, membangkitkan badai-banjir, senjatanya yang kuat, Untuk membuat marah Tiamat dia mengatakan kata-kata berikut ini:

“Mengapa engkau bangkit, yang dimuliakan dengan sombong, Engkau telah memenuhi hatimu sendiri untuk menghasut perselisihan,… putra-putra menolak ayahayah mereka, Sedangkan engkau, yang telah melahirkan mereka, telah lebih dahulu menyumpahi cinta! (80) Engkau telah menunjuk Kingu sebagai suamimu, Menganugerahkan gelar Anu kepadanya, yang tidak pantas baginya. Melawan Anshar, raja dewa-dewa, engkau mencari kejahatan; Melawan dewa-dewa, ayahayahku, engkau telah membuktikan kejahatanmu. Walaupun pasukanmu telah siap, senjata-senjatamu telah disiapkan, Bangkit berdirilah, supaya aku dan engkau bisa bertemu dalam perkelahian satu lawan satu!”

Ketika Tiamat mendengar hal ini, Dia seperti seorang yang kemasukan roh; dia kehilangan akal sehatnya. Dengan sangat marah Tiamat berteriak keras. Kedua kakinya gemetar. (90) Dia membacakan sebuah jampi-jampi, terus menerus menggumamkan manteranya, Sementara para dewa perang menajamkan senjatasenjata mereka. Lalu Tiamat dan Marduk berdebat, yang paling bijaksana di antara dewa-dewa. Mereka berjuang dalam perkelahian satu lawan satu, terkunci dalam peperangan. Raja itu menebarkan jaringnya untuk menyelubunginya, Angin Jahat, yang mengikuti di belakang, dia lepaskan ke wajahnya. Ketika Tiamat membuka mulutnya untuk merusakkannya, Marduk mendorong Angin Jahat sehingga dia tidak dapat menutup bibirnya. Sewaktu angin yang dahsyat itu telah memenuhi perutnya, Tubuhnya menjadi kembung dan mulutnya terbuka lebar. (100) Marduk melepaskan anak panah, yang merobek perut Tiamat, Anak panah itu menembus tubuhnya, membelah jantungnya. Setelah berhasil mengalahkannya, dia memusnahkan nyawanya. Dia menurunkan tubuh Tiamat untuk berdiri di atasnya. Setelah dia membunuh Tiamat, sang pemimpin, gerombolannya tercerai berai, rombongannya pecah; Dan dewa-dewa, pembantu-pembantunya yang berbaris di sampingnya, Gemetar karena ketakutan, berpaling daripadanya, Untuk menyelamatkan dan melindungi nyawa mereka. Terkepung ketat, mereka tidak dapat meloloskan diri. Dia menjadikan mereka tawanan dan dia menghancurkan senjata-senjata mereka. Dilemparkan ke dalam jaring, mereka menemukan bahwa diri mereka terjerat; Ditempatkan di bilik-bilik kecil, mereka dipenuhi dengan ratap tangis; Menahan kemarahannya, mereka tetap dipenjara. Dan kesebelas makhluk yang telah Tiamat penuhi dengan kekaguman, Seluruh kelompok siluman yang berbaris di sebelah kanannya, Dia belenggu, dia mengikat tangan mereka. Untuk semua perlawanan mereka, dia melukai mereka di bawah telapak kaki. Dan Kingu, yang telah diangkat sebagai pemimpin di antara mereka, Dia ikat dan mempertanggungjawabkannya kepada Uggae. (120) Dia mengambil Keping Nasib daripadanya, yang bukan miliknya secara resmi, Menutupi mereka rapat-rapat dengan sebuah tutup dan mengencangkan mereka di dadanya. Sewaktu dia telah menaklukkan dan mengalahkan musuh-musuhnya, Telah…musuh yang sombong, Telah menetapkan kemenangan Anshar yang sesungguhnya atas musuhnya, Telah mencapai keinginan Nudimmud, Marduk yang berani Menguatkan kekuasaannya atas dewa-dewa yang telah ditaklukkan, Dan berpaling kepada Tiamat yang telah ia ikat. Raja itu berjalan di atas kaki -kaki Tiamat, Dengan tongkat kebesarannya yang
tiada bandingannya dia menghancurkan tengkoraknya. (130) Ketika urat-urat nadi darahnya telah hancur, Angin Utara membawanya ke tempat-tempat yang tidak diketahui.

Melihat hal ini, ayah-ayahnya merasa bahagia dan gembira, Mereka membawa hadiah-hadiah
penghormatan, dari mereka untuknya. Kemudian raja itu berhenti untuk mengamati tubuh Tiamat yang telah mati, Sehingga dia bisa membelah makhluk jahat itu dan membuat karya-karya yang cerdik. Dia membelahnya menjadi dua seperti seekor kerang:

Setengah darinya naik dan terbang ke langit, Menarik penghalang dan penjaga-penjaga yang menjaga. Marduk menyuruh mereka untuk tidak membiarkan cairannya meloloskan diri. (140) Dia menyeberangi langit dan meneliti daerah daerah itu. Dia menandai daerah Apsu, tempat tinggal Nudimmud, Sebagai raja mengukur luas Apsu. Tempat Tinggal yang Hebat itu, persamaannya, dia tetapkan sebagai Esharra, Tempat Tinggal yang Hebat itu, Esharra, yang dia jadikan sebagai pintu surga. Anu, Enlil, dan Ea dia buat sebagai tempat tinggal mereka.

Kembali ke: Enuma Elish

One thought on “Tablet IV

Leave a comment