Perjalanan ke Hutan

Enlil dari gunung, ayah dari para dewa, telah mengeluarkan keputusan menyangkut nasib Gilgamesh. Jadi Gilgamesh bermimpi dan Enkidu berkata,”Arti dari mimpi adalah ini. Ayah dari dewa – dewa telah memberimu jabatan, seperti nasibmu, hidup tiada akhir bukanlah nasibmu. Karenanya janganlah bersedih, janganlah serakah atau menindas. Dia telah memberi kamu kekuatan untuk menguasai dan untuk kalah, untuk mejadi kegelapan bagi manusia dan cahaya bagi umat manusia. Dia telah memberi kamu suatu supremasi yang tidak dapat ditiru bagi manusia, kemenangan atas berbagai peperangan yang mana tiada tawanan kembali, dalam perampasan dan perburuan yang mana tidak ada yang akan kembali. Tapi jangan menyalahgunakan kekuasaan, buatlah keadilan dengan para pembantunmu di istana, buatlah keadilan sebelum Shamash.”

Gilgamesh dan Enkidu berperang melawan Humbaba

Lord Gilgamesh mengubah pikirannya kepada Tanah Kehidupan; pada Tanah Cedars Lord Gilgamesh pikirannya terbayang. Dia berkata pada pelayannya Enkidu, ”Aku tidak pernah menempatkan namaku distempel pada lempengan batu sebagai keputusan atas nasibku; selain itu aku akan pergi ke suatu daerah dimana pohon cedar ditebang. Aku akan membuat namaku ditulis pada tempat dimana nama – nama dari orang – orang terkenal dituliskan, dan sewaktu nama orang lain belum ditulis aku akan meraih monument ke dewa – dewa.”

Mata Enkidu penuh dengan air mata dan hatinya terasa sakit. Dia mendesah dengan pahit dan Gilgamesh menatapnya dan berkata,”temanku, kenapa kamu mendesah seperti itu? ”Tetapi Enkidu membuka mulutnya dan berkata, ”Saya lemah, tangan saya kehilangan kekuatan mereka, tangisan penderitaan menyangkut di tenggorokan saya. Kenapa kamu harus menetapkan hatimu dalam usaha besar ini?” Gilgamesh menjawab Enkidu, ”Karena kejahatan ada di daerah itu, kita akan pergi kehutan dan menghancurkannya; karena di hutan hidup Humbaba, seorang raksasa yang ganas.” Tapi Enkidu mendesah kembali dan berkata, ”Sewaktu aku berkelana dengan hewan – hewan liar menjelajah hutan belantara aku menemukan hutan; panjangnya 10.000 leagues disetiap sisi. Enlil telah menunjuk Humbaba unutk menjaganya dan mempersenjatainya dengan tujuh teror, yang paling mengerikan dari semua adalah Humbaba. Sewaktu dia mengaum seolah – olah amukan badai, nafasnya bagaikan api, dan taringnya amat mematikan. Dia menjaga pohon – pohon Cedars dengan baik sehingga sewaktu makhluk liar mengendalikan hutan, meski dia ada 60 leagues dikejauhan, dia dapat mendengar mereka. Orang apa yang ingin berjalan kedalam wilayah tersebut dan mengexplorasi isinya? Aku beritahu kamu, kelemahan mengalahkan siapapun mendekatinya: Adalah ketidakseimbangan kekuatan tarik menarik sewaktu seseorang melawan humbaba; dia adalah seorang ksatria hebat, Gilgamesh, penjaga hutan yang tidak pernah tidur.”

Gilgamesh mengulang: ”Mana orang yang dapat memanjat ke Kahyangan? Hanya dewa – dewa hidup selamanya dengan kejayaan Shamash, tapi tidak bagi kita, hari – hari kita dihitung, pekerjaan kita adalah nafas kehidupan. Bagaimana ini, belum – belum kamu sudah takut ! Aku akan pergi dahulu meskipun aku ini tuanmu, dan kamu boleh dengan aman memanggil,”Hai didepan, tidak ada sesuatu untuk ditakutkan! ”Lantas jika aku jatuh aku akan meninggalkan sebuah nama yang dikenang; orang – orang akan berkata tentang aku, ”Gilgamesh telah tewas dalam pertempuran dengan Humbaba yang ganas.”Lama setelah anak – anak dilahirkan dirumahku, mereka akan berkata, dan mengingat,”Enkidu berkata lagi kepada Gilgamesh,”O tuanku, jika kamu memasuki negara itu, pergilah kepada ksatria Shamash, beritahu Dewa Matahari, karena tanah ini miliknya. Negara dimana pohon – pohon Cedar ditebangi adalah milik Shamash.”

Gilgamesh mengambil anak kambing, putih mulus, dan seeekor lagi berwarna coklat; dia mengapitnya dengan dadanya, dan membawa mereka ke hadapan matahari. Dia mengambil lambang perak tanda kekuasannya dan berkata pada Shamash yang agung,”Aku akan pergi ketanah itu, O Shamash, Aku pergi; kedua tanganku memohon, jadi biarkanlah terjadi demi jiwaku dan bawalah aku kembali ke Uruk. Anugerahi aku, aku memohon, perlindungannmu, dan biarkan pertanda menjadi baik.” Shamash yang agung menjawab, ”Gilgamesh, kamu kuat, tapi arti Tanah Kehidupan bagimu?” “O Shamash, dengarkanlah aku, dengarkanlah aku, Shamash, biarkanlah suaraku terdengar. Disini di kota ini, orang – orang tewas tertindas hatinya, orang – orang menderita. Aku telah melihat melampaui tembok dan aku melihat tubuh – tubuh mengapung di sungai dan itu adalah bagianku juga. Sesungguhnya aku mengetahuinya, bagi siapapun yang tertinggi diantara manusia tidak dapat mencapai kahyangan , dan yang terhebat tidak dapat menguasai seluruh dunia. Karena itu, aku akan memasuki tanah itu: Karena aku belum menempatkan namaku diatas batu sebagai keputusan nasibku, aku akan pergi ke tanah dimana pohon – pohon cedar ditebangi. Aku akan menempatkan namaku diantara nama – nama orang terkenal yang ditulis; dan dimana tidak ada satu namapun tertulis, aku akan membangun menara menuju dewa – dewa.” Air mata mengalir diwajahnya, dan dia berkata,”(Merasa kesal), ini adalah perjalanan yang panjang yang harus kutempuh menuju tanah kekuasaan Humbaba. Jika usaha besar ini tidak terselesaikan, kenapa kamu mendorongku, Shamash, dengan semangat yang tak berakhir unutk melakukannya? Jika akau mati di tanah tersebut aku akan mati tanpa dendam, tapi jika aku berhasil kembali aku akan membuat persembahan agung dan doa – doa bagi kebesaran Shamash.”

Lalu Shamash menerima korban air matanya; seperti orang yang terharu dia menunjukkan kemurahan hatinya. Dia menunjuk seorang sekutu yang kuat bagi Gilgamesh, anak dari satu ibu, dan menyuruhnya bersiaga di salah satu gua di gunung. Angin agung yang dia tunjuk: Angin utara, angin bergulung, angin badai dan es, angin ribut dan angin yang amat panas. Seperti ular berbisa, seperti naga, seperti api yang sangat panas, seperti ular naga yang membekukan hati, banjir yang menghancurkan dan kilat , seperti itulah mereka dan Gilgamesh merasa sangat gembira.

Dia pergi ke pandai besi dan berkata,”Aku akan memberi perintah kepada pembuat baju besi, mereka akan membalutkan senjata – senjata kita sementara kita mengamati mereka.”Lalu mereka memberi perintah pada para pembuat senjata dan para perajin duduk dalam suatu rapat. Mereka pergi ke hutan kecil dan menebang pohon – pohon willow dan membuat kotak – kotak kayu; mereka mengasah kapak – kapak mereka sembilan kali, dan pedang – pedang mereka enam kali, dengan . Mereka melapisi kapak Gilgamesh yang bernama “Might of Heroes – Kekuatan Pahlawan – Pahlawan”dan busur Anshan; dan Gilgamesh dipersenjatai demikian pula dengan Enkidu; dan berat persenjataan yang mereka sandang sekitar 30 pounds.

Orang – orang berkumpul dijalan – jalan dan pasar – pasar Uruk; mereka datang melalui tujuh gerbang kilat dan Gilgamesh berkata pada mereka di pasar:”Aku Gilgamesh, pergi menemui mahluk yang dibicarakan oleh orang – orang, yang kabarnya amat terkenal diseluruh penjuru dunia. Aku akan menaklukkannya di hutan Cedar miliknya dan menunjukkan kekuatan dari putra Uruk, seluruh dunia akan mengetahuinya. Aku bersungguh – sunguh dalam usaha besar ini: Untuk mendaki gunung, menebang hutan Cedar, dan meninggalkan nama yang tak terkalahkan.”Masyarakat menjawabnya,”Gilgamesh, kamu muda, keberanianmu membawamu jauh sekali, kamu tidak dapat mengetahui apa arti rencana besar yang kamu rencanakan. Kami telah mendengar bahwa Humbaba bukanlah orang yang bisa mati, jenis senjatanya adalah senjata yang tak seorangpun bisa melawannya; Luas hutan yang bersisi 10.000 league disetiap sisi; siapa yang akan berani menjelajahinya? Humbaba, yang jika menggeram terdengar seperti kilat, nafasnya seperti api dan rahangnya amat mematikan. Mengapa kamu berkeras unutk melakukan hal ini, Gilgamesh? Itu adalah pergulatan yang tidak seimbang melawan Humbaba.”

Sewaktu dia mendengar kata – kata tersebut Gilgamesh melihat ke arah temannya dan tertawa,”Bagaimana aku harus menjawab mereka; Akankah aku berkata bahwa aku takut terhadap Humbaba, aku akan duduk di rumah sepanjang hari?”kemudian Gilgamesh membuka mulutnya dan berbicara kepada Enkidu,”Kawanku, ayo kita pergi ke Tempat Agung, ke Egalmah, dan berdiri dibelakang Ninsun sang ratu. Ninsun sangat bijaksana dengan pengetahuan yang mendalam, dia akan memberi kita nasihat jalan mana yang harus kita tempuh.”Mereka bergandengan tangan sewaktu mereka pergi menemui Egalmah, dan mereka pergi menemui Ninsun sang ratu agung. Gilgamesh mendekat, dia memasuki istana dan berbicara pada Ninsun,”Ninsun, maukah kamu mendengarkanku; aku akan menempuh perjalanan panjang, ke tanah kekuasaan Humbaba, aku harus menempuh jalan yang tidak kukenal dan bertempur dalam pertempuran yang aneh. Sejak hari ini sampai aku kembali, sampai aku mencapai hutan pohon Cedar dan mengalahkan kejahatan yang dibenci oleh Shamash, berdoalah bagiku Shamash.”

Ninsun pergi keruangannya, dia memakai bajunya yang menjadi tubuhnya, dia memakai hiasan yang membuat dadanya menjadi menarik, dia memakai mahkota dikepalanya dan gaunnya menyapu lantai. Kemudian dia pergi keatas ke altar matahari, berdiri diatas atap istana; dia membakar kemenyan dan mengangkat tangannya kepada Shamash seiring asap membubung: “O Shamash, kenapa kamu beri hati yang tidak pernah beristirahat ini kepada Gilgamesh, anakku; kenapa kamu memberikan nya? Kamu telah mendorongnya dan dia sekarang bersiap -siap untuk sebuah perjalanan panjang ke daerah kekuasaan Humbaba, melintasi jalan – jalan yang tidak dikenal dan bertempur dalam pertempuran yang tidak pernah dilakukan oleh manusia sebelumnya. Selain itu sejak kepergiannya hari ini hingga hari dia pulang, sampai dia mencapai hutan Cedar, sampai dia berhasil membunuh Humbaba dan menghancurkan kejahatan yang oleh kamu, Shamash, benci, jangan lupakan dia; tapi biarkan senja, Aya, pengantin kesayanganmu, selalu mengingatkanmu, dan di hari hal tersebut dilaksanakan berikanlah dia penjaga yang akan menjaganya dimalam hari yang
akan menjaganya dari segala
bahaya.”Kemudian Ninsun ibu dari Gilgamesh memadamkan pedupaan, dan dia memanggil Enkidu dengan peringatan sebagai berikut:”Enkidu yang perkasa, kamu bukan anak kandungku, tapi aku akan menerimamu sebagai naka angkatku; kamu adalah anakku yang lain seperti bayi terlantar yang sebelumnya diberikan padaku di kuil ini. Layanilah Gilgamesh sebagai pelayan yang ditelantarkan dari kuil ini dan pendeta wanita yang membesarkannya. Dalam keberadaanku sebagai wanita, pengagumku, aku menyatakannya.”Kemudian dia memasang jimat sebagai janji tulus disekeliling lehernya, dan dia berkata padanya,”Aku percayakan anakku kepadamu; bawalah dia kembali padaku dalam keadaan selamat.”

Dan sekarang mereka membawakan kedua orang itu senjata, mereka memberikan pedang pusaka dalam sarung pedang terbuat dari emas, dan sebuah busur dan sebuah tempat anak panah. Gilgamesh mengambil kapaknya, dia mengalungkan tempat anak panah di pundaknya dan busur milik Anshan, dan mengikatkan pedang pusaka diikat pinggangnya; dan mereka telah dipersenjatai dan siap melakukan perjalanan. Sekarang semua orang mendekat serta berkata,”Kapankah engkau pulang lagi kekota ini?” Para tetua memberkati Gilgamesh dan memperingatinya, ”Jangan terlalu percaya pada kekuatanmu sendiri, waspadalah, kendalikan iramamu sendiri. Yang berjalan didepan melindungi temannya; penunjuk jalan yang baik tahu bagaimana melindungi temannya. Biarkan Enkidu memimpin, dia tahu jalan kehutan, dia pernah bertemu Humbaba dan berpengalaman dalam peperangan; biarkan dia mendekatinya lebih dulu, biarkan dia menjadi waspada dan menjaga dirinya sendiri. Biarkan Enkidu melindungi temannya, mengawal temannya, dan membawanya kembali selamat melewati berbagai jebakan di jalan. Kami, para tetua dari Uruk mempercayakan raja kami padamu, O Enkidu; bawalah dia kembali dalam keadaaan selamat.”Kembali pada Gilgamesh mereka berkata, “Mungkin Shamash memberi hatimu gairah, mungkin dia membiarkan kamu melihat hal – hal yang belum terselesaikan yang diucapkan oleh bibirmu; semoga dia membukakan jalan bagimu, dan jalan bagi kakimu unutk beristirahat. Semoga dia lapangkan gunung – gunung untuk kau lewati, dan semoga malam memberimu berkat, dan Lugulbanda, dewa pelindungmu, berada disisimu demi kemenanganmu. Semoga kamu mendapatkan kemenangan dalam pertempuranmu laksana kamu bertempur dengan anak – anak. Basuhlah kakimu di sungai milik Humbaba dimana kamu jelajahi; dimalam hari tidurlah yang nyenyak, dan isilah kantung air kulitmu dengan air bersih. Tawarkan air kepada Shamash dan jangan melupakan Lugulbanda.”

Kemudian Enkidu membuka mulutnya dan berkata,”Maju, tiada sesuatu yang perlu ditakuti. Ikuti aku, karena aku tahu dimana Humbaba tinggal dan jalur yang dia tempuh. Biarkan para tetua kembali. Disini tidak ada yang perlu ditakutkan.”Sewaktu para tetua mendengar perkataan tersebut mereka memdorong para ksatria itu untuk mempercepat perjalannnya. “Pergilah Gilgamesh, biarkan pengawalmu melindungimu di jalan dan membawamu kembali pulang dalam keadaan selamat ke dermaga Uruk.”

Setelah 20 league, mereka mempercepat langkah; setelah 30 leagues mereka berhenti untuk beristirahat dimalam hari. Sehari mereka berjalan sejauh 50 leagues; dalam 3 hari mereka berjalan sejauh perjalanan yang ditempuh oleh orang biasa selama sebulan dua minggu. Mereka melintasi tujuh gunung sebelum mereka sampai pada gerbang hutan; mereka mendekat dengan perasaan takjub. Mereka belum pernah melihat pohon cedar tinggi menjulang, tapi pahatan kayu dari gerbang tersebut amat mengagumkan dan mereka puji sepenuh hati. Setinggi 72 cubits, 24 cubits lebarnya; pasak dan tiang pintunya sangat sempurna buatannya. Para perajin yang membuatnya berasal dari Nippur, kota suci Enlil.

Enkidu berteriak, “O Gilgamesh, ingatlah sekarang bualanmu di Uruk. Maju, serang, putra Uruk, tiada satupun yang perlu ditakuti. “Sewaktu dia mendengarkan kata – kata tersebut keberaniannya berlomba; dia menjawab, ”Bergegaslah, dekati, jika ada penjaga disini, jangan biarkan dia lolos kedalam hutan. Dia telah mengenakan bagian pertama dari tujuh baju besi, tapi belum yang enam sisanya, ayo kita tangkap dia sebelum dia mempersenjatai diri.”Bagaikan sapi jantan liar mengamuk dia mendengus – dengus; penjaga gerbang kayu berbalik dengan sikap siaga, dia berteriak,; dan Humbaba seperti sapi yang kuat menghilang kedalam hutan cedar, dia pergi kerumahnya yang terbuat dari kayu cedar.

Enkidu pergi mendekati gerbang; begitu indahnya gerbang tersebut sehingga dia tidak menyiagakan kapaknya . Kemudian Enkidu berseru pada Gilgamesh,”Jangan pergi kehutan, sewaktu aku buka gerbang
ini tanganku kehilangan
kekuatannya.” Gilgamesh menjawabnya, ”Temanku yang baik, jangan berbicara seperti pengecut. Apakah kita menempuh perjalanan sejauh ini dan semua mara bahaya ini hanya untuk berbalik kembali pada akhirnya? Kamu, yang mencoba dalam berbagai peperangan dan pertempuran, mendekat padaku sekarang dan kamu akan tidak merasakan ketakutan akan mati;
tetaplah disampingku dan kelemahanmu akan hilang, gemetaran itu akan hilang dari tanganmu. Apakah kamu temanku memilih tinggal dibelakang? Tidak, kita akan masuk bersama kedalam hutan. Biarkanlah keberanianmu berkembang dengan akan tibanya pertempuran yang bakal dihadapi; lupakan kematian dan ikuti aku, seseorang bertekadp dalam aksi, tapi siapa yang tidak artinya bodoh. Sewaktu kita berdua pergi bersama masing – masing saling menjaga dan melindungi pasangannya, dan jika mereka gagal mereka meninggalkan nama besar.”

Bersama mereka memasuki gerbang dan sampai pada gunung hijau, Mereka tetap berdiri, mereka termangu; mereka tetap berdiri dan memandangi hutan. Mereka melihat tingginya pohon cedar yang ada, mereka melihat jalan menuju kedalam hutan dan jalur yang biasa dilalui oleh Humbaba. Jalan itu sangatlah lebar dan bagus. Mereka memandangi lagi hutan cedar, tempat tinggal dewa – dewa dan singgasana Ishtar. Besarnya pohon Cedar dan bentuknya amat bagus, nampak penuh kenyamanan; gunung dan tanah lapang ditengah rimba nampak hijau dengan semak – semak hutan.

Disana Gilgamesh menggali sumur sebelum fajar. Dia pergi mendaki gunung dan mempersembahkan makanan diatas tanah dan berkata,”O gunung, tempat tinggal para dewa, berikanlah aku mimpi yang kusukai dan indah.”Kemudian mereka saling berpegangan tangan dan tidur; dan tidur yang nyenyak sepanjang malam. Gilgamesh bermimpi, dan pada tengah malam dia terbangun, dan dia memberitahu mimpinya pada temannya.”Enkidu, apakah mimpi itu yang membangunkanku jika bukan kamu? Temanku, aku telah bermimpi. Kita berdiri dalam darah kental gunung, dan tiba – tiba gunung itu meletus, dan disamping itu kita berdua seperti dua lalat rawa-rawa. Dalam mimpiku yang kedua gunung kembali meletus, menghentikanku dan menangkap kakiku. Kemudian datanglah kilat yang amat menyilaukan, kilat yang keanggunannya dan keelokannya lebih hebat dari keindahan dunia. Kilat itu melemparkanku dari kaki gunung, dia memberiku air untuk minum dan perasaanku sangat nyaman, dan dia meletakkan kakiku diatas tanah.”

Kemudian Enkidu anak dari tanah lapang berkata,”Ayo kita turun dari gunung dan berbicara tentang hal tersebut bersama.”Berkata dia pada Gilgamesh, dewa muda,”Mimpimu sangat bagus, mimpimu sangat indah sekali, gunung yang kamu lihat adalah Humbaba. Sekarang, yakinlah, kita akan mengalahkannya dan membunuhnya, dan melempar tubuhnya kekaki gunung diatas tanah lapang.”

Hari berikutnya setelah 20 league mereka memperlambat jalannya, dan setelah 30 league lagi mereka berhenti untuk beristirahat dimalam hari. Mereka menggali sumur sebelum matahari terbenam dan Gilgamesh naik ke tahta gunung ( puncak gunung ). Dia meletakkan makanan diatas tanah dan berkata,”O gunung, tempat tinggal para dewa, kirimlah sebuah mimpi pada Enkidu, buatkanlah ia sebuah mimpi yang menyenangkan.”Gunung menyusun sebuah mimpi bagi Enkidu , mimpi itu datang, sebuah mimpi yang tidak menyenangkan; Siraman air dingin menerpa mukanya, menyebabkan dia seperti alang – alang di bawah hujan badai. Tapi Gilgamesh duduk dengan dagunya diatas lutut hingga tertidur yang mana tidak ada orang lain yang mungkin mengalaminya. Kemudian, pada tengah malam, dia terjaga; dia bangun dan berkata pada kawannya, ”Apakah kamu memanggilku atau kenapa aku bangun? Apakah kamu menyentuhku, atau kenapa aku ketakutan? Apakah ada dewa yang lewat, karena anggota badanku dipenuhi dengan ketakutan? Kawanku, aku menyaksikan mimpi ketiga dan mimpi ini semua amat menakutkan. Kahyangan bergetar dan bumi bergetar lagi, cahaya menghilang dan kegelapan datang, kilat menyambar, api berkobar, awan serasa runtuh. Kemudian datanglah terang, api padam, dan semua yang menjadi abu . Ayo kita pergi kekaki gunung dan berbicara tentang hal ini, dan mempertimbangkan apa yang seharusnya kita lakukan.”

Sewaktu mereka menuruni gunung, Gilgamesh mengambil kapaknya: dia menebangi pohon cedar. Ketika Humbaba mendengar suara berisik dikejauhan, dia mengamuk,”Siapa dia yang berani merusak hutanku dan menebangi pohon cedar ku?”Tapi Shamash yang agung memanggil dari Kahyangan,”Majulah, jangan takut.”Tapi sekarang Gilgamesh dikalahkan oleh rasa lemah, karena tertidur tiba – tiba, tidur yang amat nyenyak; dia berbaring ditanah, tidak berkata – kata, seolah – olah dalam mimpi. Sewaktu Enkidu menyentuhnya dan berusaha membangunkannya, dia tidak merasa, sewaktu dia berbicara padanya dia tidak menyahut.”O Gilgamesh, penguasa dataran Kullab, dunia menjadi gelap, bayangan hitam menyebar dimana mana, sekarang ini seolah senja. Shamash telah pergi, kecerdasannya telah memadamkan api dalam dada ibunya Ningal. O Gilgamesh, berapa lama lagi kamu akan berpura – pura tidur seperti ini? Jangan biarkan ibumu yang melahirkanmu dipaksa untuk berduka cita di alun – alun kota.”

Akhirnya Gilgamesh mendengarkannya; dia mengena kan pelindung dadanya,”The Voice of Heroes – Suara Para Ksatria.”, beratnya sekitar 30 shekels; dia mengenaknnya seolah – olah pelindung dada itu hanyalah pakaian biasa, dan menutupi seluruh tubuhnya. Dia merenggangkan kakinya ditanah seperti seekor sapi yang mendengus – dengus ditanah dan giginya bergeretak.”Demi nyawa ibuku Ninsun yang melahirkanku, dan demi nyawa ayahku, Lugulbanda, biarkan aku hidup sebagai keajaiban dari ibuku semasa dia merawatku dalam pelukannya.”Saat berikutnya dia berkata,”Demi nyawa Ninsun ibuku yang melahirkanku, dan demi nyawa ayahku Lugulbanda, sampai kami telah melawan orang ini, jika dia itu manusia , dewa ini, jika dia itu dewa, jalan yang aku tempuh ke tanah kehidupan bukanlah lagi jalanku pulang kekotaku.”

Kemudian Enkidu, teman terpercaya, menjawabnya,”O tuanku, anda tidak tahu monster ini dan itulah alasan kenapa anda merasa takut. Aku tahu dia, aku ketakutan. Giginya bagaikan taring naga, kebuasannya bagaikan singa, tanggung jawabnya ( tugasnya ) adalah mengatur banjir, dengan penampilannya dia mengahncurkan pohon – pohon dihutan dan menghanyutkannya dirawa – rawa. O tuanku, tuanku terus jika tuanku memilih memasuki daerah tersebut, tapi aku akan pulang kembali kekota. Aku akan memberitahu ibumu semua perbuatan agungmu sampai dia berseru kegirangan; dan kemudian aku akan beritahukan pula kematianmu yang terjadi kemudian hingga ia merasa amat pahit dalam kesedihan.”Tapi Gilgamesh berkata, “Persembahanku dan pengorbananku bukanlah untukku, perahu kematian tidak akan tenggelam, tidak juga tiga lapis kain kafan akan dipersiapkan unutk mengafaniku. Rakyatku tidak akan berduka cita, tidak juga tumpukan kayu akan disulut dirumahku dan tempat tinggalku akan terbakar habis. Hari ini, berilah aku bantuanmu dan kamu akan memilikiku: Apa yang akan salah dengan kita berdua? Semua mahluk hidup lahir dari daging akhirnya akan duduk dalam perahu Barat, dan sewaktu perahu itu tenggelam, sewaktu perahu Magillum tenggelam, mereka akan mati; tapi kita akan maju kedepan dan memperhatikan monster itu baik – baik. Jika hatimu penuh dengan ketakutan, buanglah jauh – jauh ketakutan itu; Jika ada kengerian, buang jauh – jauh kengerian itu. Ambilah kapakmu dan serang. Siapapun yang meninggalkan pertempuran tidak akan merasa damai.”

Humbaba mucul dari rumahnya yang terbuat dari pohon Cedar. Dia menengadah dan menggeleng, mengancam Gilgamesh; dan memicingkan matanya padanya, mata kematian. Kemudian Gilgamesh memanggil Shamash dan air matanya mengalir,”O Sahamash yang agung, aku telah mengikuti jalan yang kau perintahkan tapi sekarang jika engkau tidak mengirimkan bantuan bagaimana aku akan kabur?”Shamash yang agung mendengar doanya dan dia memerintahkan angin besar, angin utara, angin bergulung, badai dan angi es, angin ribut dan angin panas; mereka datang bagaikan naga, bagaikan angin yang panas sekali, seperti ular naga yang membekukan hati, banjir yang mematikan dan cahaya kilat. Kedelapan angin muncul melawan Humbaba, mereka membutakan matanya; dia dijepit, tidak mampu bergerak maju maupun mundur. Gilgamesh berteriak,”demi nyawa Ninsun ibuku dan Lugulbanda ayahkua, dalam tanah kehidupan, dalam tanah dimana aku menemukan tempat tinggalmu; tanganku yang lemah dan senjataku yang kecil yang telah aku bawa ke tanah ini unutk melawanmu, dan sekarang aku akan memasuki rumahmu.”

Lalu dia menebang pohon Cedar yang pertama dan memotong dahan – dahannya serta meletakkannya dikaki gunung. Pada serangan pertama Humbaba menyemburkan api, tapi mereka tetap unggul. Mereka menebang tujuh pohon Cedar, memotong – motongnya dan serta mengikatnya cabang – cabangnya dan meletakkannya pada kaki gunung, dan tujuh kali Humbaba kehilangan kesempatan mengalahkan mereka. Kobaran api ketujuh telah padam mereka telah mencapai tempat Humababa. Dia bernafas dalam – dalam. Dia mendekat bagaikan seorang ksatria yang kedua tangannya terikat. Airmata mulai menetes dimatanya dan wajahnya amat pucat,”Gilgamesh, biarkan aku bicara. Aku tidak pernah mengenal seorang ibu, tidak, atau seorang ayah yang membesarkanku. Aku dikahirkan didalam hutan. Biarkan aku bebas, Gilgamesh, dan aku akan menjadi pelayanmu. Aku akan menebang pohon dan membuatkanmu sebuah istana.”Dia meraih tangannya dan membimbingnya masuk kedalam rumahnya, sehingga hati Gilgamesh berubah menjadi haru. Dia bersumpah demi kehidupan setelah mati, hidup, dan bumi, dan demi dunia bawah tanah itu sendiri: “O Enkidu, haruskah burung yang terperangkap dibiarkan kembali kesarangnya dan tahanan kembali kelindungan ibunya?”Enkidu menjawab,”Orang yang terkuat akan menerima takdir jika dia tidak menerima keadilan. Namtar, setan yang mengetahui bahwa tidak ada batas yang jelas diantara manusia, akan mengganyang dia. Jika burung yang terperangkap kembali kesarangnya, jika tahanan kembali kelindungan ibunya, kemudian kamu temanku tidak akan kembali kekota dimana ibu yang melahirkanmu menunggu. Dia akan menghalangi jalan – jalan gunung, dan membuat jalan – jalan tidak mungkin dilalui.”

Humababa berkata,”Enkidu, apa yang kamu katakan itu adalah suatu kejahatan:kamu, orang sewaan, yang rotinya bergantung pada orang lain! Dalam keangkuhan dan ketakutan pada lawanmu kamu mengucapkan hal jahat tersebut.”Enkidu berkata,”Jangan dengarkan, Gilgamesh: Humababa ini harus mati.”Tapi Gilgamesh menyahut, ”Jika kita sentuh bara apinya dan cahaya kejayaan akan lepas dari kebingungan, kejayaan dan kebesaran akan menghilang, sinarnya akan padam.”Enkidu berkata pada Gilgamesh,”Tidak begitu kawanku. Pertama tangkap burungnya, dan kemana ayam akan lari kemudian? Selain itu kita dapat mencari sendiri kejayaan dan kemewahan, sewaktu ayam lari kebingungan melintasi rumput.”

Gilgamesh mendengarkan kata – kata pendampingnya, dia meraih kapak dalam genggamannya, dia mencabut pedang dari pinggangnya, dan dia menyerang Humbaba dengan tusukan pedang langsung kearah leher, dan Enkidu pendampingnya melakukan serangan kedua. Pada tusukan ketiga Humababa jatuh; dia terbaring mati. Kemudian kebingungan pun menyusul; karena penjaga hutan tersebut telah mati ditusuk: penjaga hutan yang kata – katanya didengar oleh Hermon dan Lebanon hingga menggigil. Sekarang dengan dipindahkannya gunung, jarak bukit – bukit dipindahkan, karena penjaga hutan Cedar telah terbaring mati.

Enkidu telah menyerangnya, dan hutan Cedar porak poranda. Enkidu yang melakukannya; dia yang menyibakkan rahasia tempat tinggal sang raksasa. Lalu Gilgamesh menebang pohon – pohon dan Enkidu membersihkan akar – akar sejauh tepi sungai Euphrates. Mereka mengurus Humbaba, sebelum dewa – dewa, sebelum Enlil; mereka mencium tanah dan menghamparkan kafan. Sewaktu mereka melihat wajah Humbaba, Enlil gusar pada mereka berdua.”Kenapa kamu melakukan hal tersebut? Karena itu bisa menyebabkan api ditempat mana kalian duduk, hal itu bisa memakan roti yang seharusnya kalian makan, meminum apa yang kalian minum.”Kemudian Enlil mengambil kembali kobaran api dan kejayaan yang dahulu dimiliki oleh Humbaba: dia berikan itu semua pada kaum barbar, kepada singa, kepada kebuasan alam, kepada putri Ereshikal yang menakutkan; tapi dari Gilgamesh, banteng liar yang merampas gunung gunung dan pergi kelautan, dan dari Enkidu, kejayaan terbesar dimiliki oleh Enlil.

Kembali ke: Epos Gilgamesh

One thought on “Perjalanan ke Hutan

Leave a comment