Pembuatan Laut

Para dewa dan iblis selalu bertengkar satu sama lain. Dalam prosesnya, banyak iblis dan dewa yang terbunuh. Tapi ini bukan masalah bagi iblis. Guru mereka, Shukracharya, tahu seni mritasanjivani dan segera membawa iblis yang mati kembali ke kehidupan. Tapi para dewa yang terbunuh akan tetap mati. Para dewa pergi ke Brahma untuk meminta nasehatnya. “Lakukanlah gencatan senjata sementara dengan iblis,” kata Brahma. “Ajaklah mereka untuk bersama-sama mengaduk lautan. Pengadukan ini akan membuat kalian abadi dan tidak akan memiliki alasan lagi untuk takut kepada para iblis.” Para dewa kemudian pergi menemui Vali, sang raja iblis, untuk mengajukan penawaran dan Vali menyetujui melakukan gencatan senjata sementara. Persiapanpun dibuat untuk mengaduk lautan. Gunung Mandara digunakan sebagai batang untuk berputar dan ular besar Vasuki setuju untuk menjadi tali pemutarnya. Namun masalahnya adalah Gunung Mandara tidak memiliki dasar untuk dijadikan landasan. Dan tanpa landasan, maka bagian puncak akan ikut bergerak dan gerakan berputar tidak dapat dilanjutkan. Wisnu yang agung mengubah bentuk menjadi kura-kura besar (kurma). Bagian belakang kura-kura itu menyediakan tempat untuk dijadikan landasan bagi Gunung Mandara. Pengadukanpun dimulai. Para dewa memegang ekor Vasuki dan iblis memegang bagian kepala. Pengadukan berlangsung selama seribu tahun para dewa. Objek pertama yang muncul sebagai akibat dari pengadukan itu adalah bulan, Chandra. Siwa menerima Chandra sebagai perhiasan untuk dahinya.

Lakshmi, dewi kekayaan dan kemakmuran, yang muncul berikutnya dan disatukan dengan Wisnu, Sura, dewi anggur dan minuman, yang keluar berikutnya. Dia diikuti oleh sang kuda dahsyat Uchchaishrava, yang kemudian diperuntukkan bagi Indra. Permata indah bernama koustubha yang muncul berikutnya dan diterima oleh Wisnu sebagai perhiasannya. Setelah benda-benda luar biasa ini muncul, asap mulai mengepul dan menyelimuti atmosfer. Awan yang diikuti dengan lidah api mengancam membakar para dewa dan iblis. Dari api itu muncul berbagai jenis ular berbisa dan serangga berbisa yang diikuti oleh racun mengerikan yang dikenal sebagai kalakuta. Tidak ada yang tahu apa yang harus dilakukan dengan racun itu, dan racun itu dapat membunuh mereka semua. Para dewa dan iblis mulai berdoa kepada Siwa untuk meminta pembebasan. Siwa muncul dan menelan semua racun itu. Ia mengisap menggunakan tenggorokannya dan membuat tenggorokannya menjadi berwarna biru. Karena nila berarti biru dan kantha berarti tenggorokan, Siwa dikenal sebagai Nilakantha.

Dengan telah dihilangkannya mara bahaya itu, pengadukanpun dilanjutkan dan Dhanvantari yang keluar dari laut berikutnya. Dia adalah dokter bagi para dewa dan pencipta obat (ayurveda). Dhanvantari memegang panci amrita di tangannya. Iblis segera mulai memperebutkan kepemilikan amrita. Tapi Wisnu mengubah bentuk menjadi wanita cantik (yang dikenal sebagai Mohini). Wanita ini begitu cantik sehingga para iblis jatuh cinta kepadanya dan dengan senang hati menyerahkan panci Amrita kepadanya. Namun mereka terus melanjutkan pertarungan dengan para dewa untuk memperebutkan Mohini dan panci Amrita. Sementara pertempuran berlanjut, Wisnu diam-diam memberi makan para dewa menggunakan panci amrita. Para dewapun menjadi abadi. Tetapi iblis tidak menerima makanan dari panci Amrita, tidak setetes pun. Tapi itu tidak sepenuhnya benar. Salah satu iblis bernama Rahu mengubah bentuknya menjadi dewa dan berhasil mendapatkan sedikit dari panci Amrita. Tetapi Surya dan Chandra melihat penipuan itu dan menunjukkannya kepada Wisnu. Vishnu segera memotong kepala Rahu dengan chakranya. Sehingga Amrita tidak pernah merembes ke bawah tenggorokan Rahu. Tetapi kepala iblis itu telah memiliki bagian dari amrita dan menjadi abadi. Rahu tidak pernah memaafkan Surya dan Chandra yang telah membocorkan rahasianya tersebut. Oleh karena itu kepala Rahu terus-menerus mencoba untuk menelan matahari dan bulan, dalam setiap kesempatan. Anda dapat melihat ini terjadi pada saat gerhana matahari dan bulan. Ini adalah kisah inkarnasi kura-kura Vishnu.

Kembali ke: Matsya Purana

One thought on “Pembuatan Laut

Leave a comment